TUGAS HUKUM
TATA NEGARA

Nama : Molo Juniwe Akulas
NIM : 15310096
Kelas : A
UNIVERSITAS
KRISTEN ARTHA WACANA
FAKULTAS
HUKUM
KUPANG
2016

1. Indonesia adalah negara yang
berdasarkan hukum (Rechstaat)
Dalam
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Pasal 1 ayat 3 amandemen 3 tertulis “Negara
Indonesia adalah Negara Hukum”. Disini sudah sangat jelas, bahwa Negara
Republik Indonesia adalah negara berdasarkan hukum (rechstaat) bukan atas
kekuasaan belaka. Artinya, semua warga negara yang ada di negara Indonesia
harus melaksanakan hukum yang berlaku. Tidak peduli rakyat biasa, pejabat, atau
lembaga tinggi negara.
Walaupun
dalam praktiknya tidak semudah yang dikatakan. Banyak sekali penegakan hukum
yang sangat berat sebelah. Contoh, orang yang mencuri ayam dihukum 2
tahun penjara sedangkan yang korupsi milyaran rupiah juga mendapatkan hukum
yang sama. Dimana letak hukum dan keadilan di Indonesia?
2. Sistem Konstitusi (Hukum Dasar)
Republik Indonesia
Penyelanggaraan
pemerintahan Indonesia berdasarkan konstitusi tertentu atau hukum dasar. Jadi
dalam pelaksanaan pemerintahan, pemerintah tidak bisa bertindak seenaknya.
Karena itulah dibentuk lembaga legislatif dan yudikatif yang bertugas mengawasi
kinerja pemerintah dan penegakan hukum.
3. Kedudukan Presiden setara dengan MPR dan DPR
sebagai lembaga tinggi negara.
Dimasa awal
kemerdekaan Presiden memiliki kedudukan yang sangat kuat. Bisa dikatakan yang
mengendalikan negara sepenuhnya ada ditangan Presiden. Pengangkatan presiden
seumur hidup, dan pemberian wewenang yang kuat kepada presiden. Sehingga
presiden dapat membubarkan parlemen.
Tetapi
sekarang kedudukan Presiden setara dengan lembaga tinggi negara yang lain sebut
saja MPR dan DPR. Perbedaanya adalah, Presiden sebagai lembaga eksekutif yaitu
lembaga pelaksana pemerintahan sedangkan MPR dan DPR sebagai lembaga legislatif
yang bertugas mengawasi kinerja lembaga eksekutif (Presiden dan pembatunya).
Hal ini juga sesuai dengan UUD 1945 Pasal 6 ayat 2.
4. Presiden tidak Bertanggung Jawab
kepada DPR
Presiden dan
DPR sama-sama dipilih oleh rakyat. Untuk itu Presiden tidak bertanggung jawab
kepada DPR melainkan kepada rakyat. Untuk itu dalam penyelenggaraan negara
Presiden tidak boleh takut/distir oleh DPR sehingga membuat kebijakan-kebijakan
yang menyengsarakan rakyat.
Seperti
penghapusan subsidi BBM (bahan bakar minya) yang jelas-jelas menyengsarakan
rakyat kecil. Tetapi disisi lain anggota DPRD Jakarta mendapatkan subsidi BBM
lebih dari 90 milyar, apakah itu adil? Allah tidak tidur!
5. Presiden dibantu oleh para menteri
Presiden
memiliki hak prerogratif (hak mutlak) salah satunya mengangkat dan
memberhentikan menteri. Disini, biasanya presiden mengambil menterinya dari
partai koalisinya bukan oposisi. Sehingga jika ada partai yang menentang
koalisi maka hampir dipastikan tidak ada wakilnya yang masuk dalam jajaran
menteri.
Seperti
kasus PKS di tahun 2013 ini, PKS adalah partai koalisi yang menentang kenaikan
harga BBM. Akibatnya posisi 3 menteri PKS di pemerintahan mulai terancam.
Mungkin, akan lebih baik jika Presiden dalam mengangkat menteri bukan dilihat
dari partainya tetapi kemampuannya. Bisa diambil dari tokoh intelektual yang
bekerja dengan sepenuh hati.
6. Presiden memiliki kekuasaan tidak
tak terbatas.
Artinya,
presiden tetap memiliki batasan-batasannya. Seperti presiden hanya dapat
dipilih sebanyak 2x periode. Tiadak ada namanya pengangkatan presiden seumur
hidup.

Sistem
pemerintahan Indonesia menurut Konstitusi RIS, dalam kurun waktu 27 Desember 1949
sampai dengan 17 agustus 1950 adalah parlementen Penerapan sistem pemerintahan parlementer
oleh Konstitusi RIS ini didasarkan pada:
a. Pasal 691ayat 1 KRIS
a. Pasal 691ayat 1 KRIS
Presiden
ialah kepala negara
b. Pasal 118 ayat 1 KRIS
b. Pasal 118 ayat 1 KRIS
Presiden
tldak dapat diganggu gugat
c.. Pasal 118 ayat 2 KRIS
Menteri menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah baik
c.. Pasal 118 ayat 2 KRIS
Menteri menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah baik
bersama sama untuk seluruhnya maupun masmg
masmg untuk bagiannya sendiri
sendiri
Sistem
pemerintahan yang dianut pada masa Konstitusi RIS bukan kabinet parlementer
murni melainkan Sistem Pariementer Kabinet semu (Quasi Parlementer). Karena
dalam sistem parlementer murni, parlemen (legislatif) mempunyai kedudukan yang
sangat menentukan terhadap kekuasaan pernerintah (eksekutif), tapi kenyataan
parlemen kedudukannya hanya terbatas pada hal-hal tertentu saja.
Sistem pemerintahan parlementer,
kabinet semu (Quasi Parlementer) yang dianut oleh Konstitusi RIS, dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a.
Pengangkatan perdana menteri
dilakukan oleh presiden, bukan oleh parlemen sebagaimana Iazimnya (Pasal 74
ayat 2).
b.
Kekuasaan perdana menteri masih
dicampur tangani oleh presiden. Hal itu dapat dilihat pada ketentuan bahwa
presiden dan menteri-menteri bersama-sama merupakan pemerintah. Seharusnya
presiden hanya sebagai kepala negara, sedangkan kepala pemerintahannya dipegang
oleh perdana menteri (Pasal 68 ayat 1).
c.
Kabinet dibentuk oleh presiden,
bukan oleh parlemen (Pasal 74).
d.
Pertanggungjawaban menteri baik
secara perorangan maupun bersama-sama adalah kepada DPR, namun harus melalui
keputusan pemerintah (Pasal 74 ayat 5).
e.
Parlemen tidak mempunyai hubungan
erat dengan pemerintah sehingga DPR tidak punya pengaruh besarterhadap
pemerintah. DPR juga tidak dapat menggunakan mosi tidak percaya terhadap
Kabinet (Pasal 118 dan 122).
f.
Presiden RIS mempunyai kedudukan
rangkap, yaitu sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan
(Pasal 68 dan 69).
(Pasal 68 dan 69).

Sistem
pemerintahan yang dianut oleh Undang-Undang Sementara 1950 yang berlaku antara
17 Agustus 1950 sampai dengan 5 Juli 1959 adalah parlementer. Hai ini dijelaskan
dalam pasal-pasal berikut.
a. Pasal 45 ayat1 UUDS 1950
"Presiden
adalah kepala negara"
b. Pasal 83 ayat1 UUDS 1950
"Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diganggu gugat"
"Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diganggu gugat"
c. Pasal 83 ayat 2 UUDS 1950
"Menteri-menteri beitanggungjawab atas keseluruhan kebijaksanaan pemerintah baik bersama-sama untuk seluruhnya, maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri"
"Menteri-menteri beitanggungjawab atas keseluruhan kebijaksanaan pemerintah baik bersama-sama untuk seluruhnya, maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri"
d. Pasal 84 UUDS 1950 .
"Presiden
berhak membubarkan DPR, keputusan presiden yang menyatakan
pembubaran itu, memerintahkan pula untuk
mengadakan pemilihan DPR dalam 30
hari"
Namun sistem
pemerintahan yang dianut UUDS 1950, tidak jauh berbeda dengan yang dianut oleh
Konstitusi RIS 1949 yaitu sistem parlementer semu (Quasi parlementer).
Ketidakmurnian (semu) parlementer pada masa UUDS 1950 ditandai dengan ciri-ciri
sebagai berikut:
a.
Perdana
menteri diangkat oleh presiden (seharusnya oleh parlemen) (Pasal 51 ayat 2).
b.
Kekuasaan perdana menteri
sebagai ketua dewan menteri masih dicampurtangani oleh presiden (seharusnya
presiden hanya sebagai kepala negara dan kepala pemerintahannya adalah perdana
menteri) (Pasal 46 ayat 1).
c.
Pembentukan
kabinet dilakukan oleh presiden dengan menunjuk seseorang atau beberapa orang
pembentuk kabinet (lazimnya oieh parlemen) (Pasal 50 jo 51 ayat 1).
d.
Pengangkatan
atau penghentian menteri-menteri dan kabinet dilakukan dengan keputusan
presiden (lazimnya oleh parlemen) (Pasal 51 ayat 5).
e.
Presiden
dan wakil presiden berkedudukan selain sebagai kepala negara juga sebagai
kepala pemerintahan (seharusnya terpisah) (Pasal 45 jo 46 ayat 1) .
Berdasarkan penjelasan di atas,
ditunjukkan bahwa sistem pemerintahan dalam UUDS 1950, adalah sistem
parlementer yang masih terdapat pula ciri-ciri Kabinet presidensiil. Danjuga
sistem pemerintahan yang dianut dalam konstitusi RIS, masih dapat ditemukan
dalam UUDS 1950.
Pada tanggal 1 April 1953, Undang-Undang
tentang Pemiiihan Umum yaitu UU No. 7 tahun 1953 diumumkan selanjutnya tanggal
29 september 1955 diadakan pemilihan umum (pemilu) yang pertama kali di
Indonesia, pemilu ini diselenggarakan untuk memilih anggota DPR. Pada tanggal
10 November 1956 Konstituante hasil pemilu 1955 mulai menggelar sidangnya di
Bandung. Dalam sidang ini agenda utama adalah menetapkan _UUDS 1950. Namun
seteiah bersidang selama tiga tahun, badan yang bertugas membuat konstitusi
tersebut gagai membuat UUD baru. Kegagalan ini disebabkan karena adanya
perdebatan panjang diseputar persoalan dasar negara. Pada tanggal 25 April
1950, presiden Soekarno memberikan amanatnya dalam sidang Konstituante agar
menetapkan UUD 1945 sebagai pengganti UUDS 1950. Seianjutnya tanggal 29 Mei
1950 konstituante kembali bersidang, namun perdebatan tentang dasar negara
Republik Indonesia masih saja terjadi. Karena konstituante telah dianggap gagal
menetapkan UUD 1945, akhirnya tanggal 5 Juli 1959 presiden Soekamo mengeluarkan
Dekrit yang berisi antara Iain bahwa konstituante dibubarkan dan kembali ke UUD
1945.

Setelah
terjadi amandemen, Sistem Pemerintahan Indonesia mengalami perubahan pokok-pokok
kunci pemerintahan, yaitu :
- Bentuk Negara kesatuan dengan
prinsip otonomi yang luas. Wilayah Negara terbagi menjadi beberapa
prvinsi.
- Bentuk pemerintahan adalah
Republik.
- Sistem pemerintahan adalah
presidensial.
- Presiden adalah kepala Negara sekaligus
kepala pemerintahan.
- Kabinet atau menteri diangkat
leh presiden dan bertanggung jawab kepada presiden.
- Parlemen terdiri atas dua
(bikameral), yaitu DPR dan DPD.
- Kekuasaan yudikatif dijalankan
leh mahkamah agung dan badan peradilan di bawahnya.
Pada dasarnya tidak ada yang banyak berubah, Indonesia
tetap menganut sistem pemerintahan Presidensial dimana Presiden sebagai kepala
negara dan kepala pemerintahan. Presiden tidak bertanggung jawab kepada
Parlemen.Namau ada beberapa variasi dari sistem pemerintahan presidensial di
Indnesia adalah sebagai berikut :
- Presiden sewaktu – waktu dapat
diberhentikan MPR atas usul dan pertimbangan dari DPR.
- Presiden dalam mengangkat
pejabat Negara perlu pertimbangan dan/atau persetujuan DPR.
- Presiden dalam mengeluarkan
kebijakan tertentu perlu pertimbangan dan/atau persetujuan DPR.
- Parlemen diberi kekuasaan yang
lebih besar dalam hal membentuk undang – undang dan hak budget (anggaran).
Dengan demikian, ada perubahan – perubahan baru dalam sistem pemerintahan Indnesia. Hal itu diperuntukkan dalam memperbaiki sistem presidensial yang lama. Perubahan baru tersebut, antara lain adanya pemilihan presiden secara langsung, sistem bicameral, mekanisme check and balance, dan pemberian kekuasaan yang lebih besar kepada parlemen untuk melakukan pengawasan dan fungsi anggaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar