Kamis, 23 Juni 2016

Tugas Sejarah Hukum Pemda

Sejarah  Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah dari tahun 1957 sampai dengan sekarang.
a. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957
Ada 4 (empat) persoalan besar yang mau diselesaikan dalam undang-undang ini yang sebelumnya belum dapat diselesaikan, yaitu:
1. Bagaimana seharusnya isi otonomi itu;
2. Berapa selayaknya jumlah tingkat-tingkat yang dapat dibentuk dalam sistem otonomi itu;
3. Bagaimana seharusnya kedudukan Kepala Daerah berhadapan dengan otonomi itu; dan
4. Bagaimana dan apa isi pengawasan yang tak boleh tidak harus dilakukan terhadap daerah-daerah otonomi oleh penguasa pusat.
Secara umum undang-undang ini bermaksud untuk mengatur sebaik-baiknya soal-soal yang semata-mata terletak dalam lapangan otonomi dan ”medebewind” diseluruh wilayah Negara Republik Indonesia.
Disamping itu, undang-undang ini juga merancang tentang Pemilihan Kepala Daerah secara langsung. Dimana Kepala Daerah haruslah seorang yang dekat kepada dan dikenal oleh masyarakat daerah yang bersangkutan, oleh karena itu Kepala Daerah haruslah seorang yang mendapat kepercayaan dari rakyat tersebut dan diserahi kekuasaan atas kepercayaan rakyat itu. Akan tetapi meskipun pada azasnya seorang Kepala Daerah harus dipilih secara langsung, namun sementara waktu dipandang perlu memperhatikan pula keadaan yang nyata dan perkembangan masyarakat di daerah-daerah yang kenyataannya belum bisa sampai ke taraf itu, yang dapat menjamin berlangsungnya pemilihan dengan diperolehnya hasil dari pemilihan itu yang sebaik-baiknya. Untuk sementara waktu Kepala Daerah tetap dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan mmperhatikan syarat-syarat kecakapan dan pengetahuan yang diperlukan bagi jabatan tersebut.
b. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965
Perubahan Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah dari Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 ke Undang-undang Nomor 18 tahun 1965 dilatarbelakangi karena perkembangan ketatanegaraan setelah Dekrit Presiden Republik Indonesia tanggal 5 Juli 1959 yang menyatakan berlakukanya kembali Undang-undang Dasar 1945, maka undang-undang ini disusun untuk malaksanakan Pasal 18 UUD dengan berpedoman kepada Manifesto Politik Republik Indonesia sebagai Garis-garis Besar Haluan Negara yang dipidatokan Presiden pada tanggal 17Agustus 1959 dan telah diperkuat oleh Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) Nomor 1/MPRS/1960 bersama dengan segala pedoman pelaksanaannya.
Sesuai dengan Ketetapan MPRS Nomor: II/MPRS/1960 dan Keputusan Presiden Nomor: 514 tahun 1961, maka undang-undang ini mencakup segala pokok-pokok (unsur-unsur) yang progresif dari Undang-undang No. 22 Tahun 1948, Undang-undang No. 1 Tahun 1957, Penetapan Presiden No. 6 Tahun 1959 (disempurnakan), Penetapan Presiden No. 2 tahun 1960 dan Penetapan Presiden No. 5 Tahun 1960 (disempurnakan) juncto Penetapan Presiden No. 7 Tahn 1965 dengan maksud dan tujuan berdasarkan gagasan Demokrasi Terpimpin dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Dengan berlakunya satu saja undang-undang tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah ini, maka dapatlah diakhiri kesimpangsiuran dibidang hukum yang menjadi landasan bagi pembentukan dan penyusunan Pemerintahan Daerah dan dapat diakhiri pula segala kelemahan demokrasi liberal, sehingga akan terwujudlah pemerintahan daerah yang memenuhi sifat-sifat dan syarat-syarat yang dikehendaki oleh Ketetapan MPRS No. II/MPRS/1960 yaitu stabil dan berkewibawaan yang mencerminkan kehendak rakyat, revolusioner dan gotong royong, serta terjaminnya keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Undang-undang ini berkehendak membagi habis seluruh Negara Republik Indonesia dalam tiga tingkatan daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri (Otonomi).
c. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974
Perubahan ini disebabkan karena Undang-undang sebelumnya sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan pada waktu itu, dimana sesuai dengan sifat Negara Kesatuan Republik Indonesia maka kedudukan Pemerintah Daerah sejauh mungkin diseragamkan. Disamping itu untuk menjamin terselenggaranya tertib pemerintahan, wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu dibagi atas daerah besar dan daerah kecil, baik yang bersifat otonom maupun yang bersifat administratif.
d. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
Undang-undang ini pada prinsipnya mengatur penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang lebih mengutamakan pelaksanaan asas desentralisasi, karena Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas Desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Dengan kata lain perubahan Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah dari Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 ke Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah perubahan dari penyerahan urusan ke pengakuan kewenangan kepada daerah untuk mengatur dan menguruh sendiri rumah tangganya.
Hal-hal mendasar dalam undang-undang ini adalah mendorong untuk memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi DPRD. Oleh karena itu, undang-undang ini menempatkan otonomi daerah secara utuh pada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, yang dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1974 berkedudukan sebagai Kabupaten Daerah Tingkat II dan Kotamadya daerah Tingkat II. Daerah Kabupaten dan Daerah Kota tersebut berkedudukan sebagai Daerah Otonom mempunyai kewenangan dan keleluasaan untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakat. Propinsi daaerah Tingkat I menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1974, dalam undang-undang ini dijadikan daerah Propinsi dengan kedudukan sebagai Daerah Otonom dan sekaligus Wilayah Administrasi, yang melaksanakan kewenangan Pemerintah Pusat yang didelegasikan kepada Gubernur. Daerah Propinsi bukan merupakan Pemerintahan atasan dari daerah Kabupaten dan Daerah Kota. Dengan demikian, Daerah Otonomi Propinsi dan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota tidak mempunyai hubungan hierarki.







Prinsip-prinsip pemberian Otonomi Daerah yang dijadikan pedoman dalam undang-undang ini adalah sebagai berikut:
1. Penyelenggaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah;
2. Pelaksanaan Otonomi Daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata, dan bertanggungjawab;
3. Pelaksanaan Otonomi Daerah yang luas dan utuh diletakkan pada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota, sedang Otonomi Daerah Propinsi merupakan otonomi yang terbatas;
4. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah;
5. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom, dan karenanya dalam Daerah Kabupaten dan Daerah Kota tidak ada lagi wilayah Administrasi;
6. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi Badan Legislatif Daerah, baik sebagai fungsi legislasi, fungsi pengawas maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;
7. Pelaksanaan Asas Dekonsentrasi diletakkan pada Daerah Propinsi dalam kedudukannya sebagai Wilayah Administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah; dan
8. Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari pemerintah kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah dan Daerah kepada Desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan.
e. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
Perubahan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 ke Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, disamping karena adanya perubahan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, juga memperhatikan beberapa Ketetapan MPR dan Keputusan MPR, seperti; Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah; dan Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2002 tentang Rekomendasi Atas Laporan Pelaksanaan Putusan MPR RI oleh Presiden, DPA, DPR, BPK, dan MA pada sidang tahunan MPR Tahun 2002 dan Keputusan MPR Nomor 5/MPR/2003 tentang Penugasan kepada MPR-RI untuk menyampaikan saran atas laporan pelaksanaan keputusan MPR-RI oleh Presiden, DPR,BPK dan MA pada Sidang Tahunan MPR-RI Tahun 2003.
Perubahan ini juga memperhatikan perubahan Undang-undang terkait dibidang politik, diantaranya ; Undang-undang Nomor 12 tahun 2003 tentang Pemilu, Undang-undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR,DPR DPD dan DPRD, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, dan lain-lain




KESIMPULAN
Dari Pemaparan diatas dapat kami simpulkan bahwa :
1. Sejarah perubahan Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah dari tahun 1957 sampai dengan sekarang dapat digambarkan sebagai berikut :
a. Pada Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 diterapkan sistem Desentralisasi
b. Pada Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 diterapkan sistem Sentralisasi
c. Pada Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 diterapkan sistem Sentralisasi
d. Pada Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 diterapkan sistem Desentralisasi

e. Pada Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 diterapkan sistem Desentraisasi

2 komentar:

  1. Picking the Best New Casino Slot Machines | MapYRO
    A slot machine game like Slotznig is a thrilling way to 서울특별 출장마사지 win money in the online 구리 출장마사지 casino world. You can enjoy 광명 출장안마 the game 진주 출장샵 without losing 경주 출장마사지 money or

    BalasHapus