Sejarah Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah dari
tahun 1957 sampai dengan sekarang.
a. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957
Ada 4 (empat) persoalan besar yang mau diselesaikan dalam undang-undang ini
yang sebelumnya belum dapat diselesaikan, yaitu:
1. Bagaimana seharusnya isi otonomi itu;
2. Berapa selayaknya jumlah tingkat-tingkat yang dapat dibentuk dalam
sistem otonomi itu;
3. Bagaimana seharusnya kedudukan Kepala Daerah berhadapan dengan otonomi
itu; dan
4. Bagaimana dan apa isi pengawasan yang tak boleh tidak harus dilakukan
terhadap daerah-daerah otonomi oleh penguasa pusat.
Secara umum undang-undang ini bermaksud untuk mengatur sebaik-baiknya
soal-soal yang semata-mata terletak dalam lapangan otonomi dan ”medebewind” diseluruh
wilayah Negara Republik Indonesia.
Disamping itu, undang-undang ini juga merancang tentang Pemilihan Kepala
Daerah secara langsung. Dimana Kepala Daerah haruslah seorang yang dekat kepada
dan dikenal oleh masyarakat daerah yang bersangkutan, oleh karena itu Kepala
Daerah haruslah seorang yang mendapat kepercayaan dari rakyat tersebut dan
diserahi kekuasaan atas kepercayaan rakyat itu. Akan tetapi meskipun pada
azasnya seorang Kepala Daerah harus dipilih secara langsung, namun sementara
waktu dipandang perlu memperhatikan pula keadaan yang nyata dan perkembangan
masyarakat di daerah-daerah yang kenyataannya belum bisa sampai ke taraf itu,
yang dapat menjamin berlangsungnya pemilihan dengan diperolehnya hasil dari
pemilihan itu yang sebaik-baiknya. Untuk sementara waktu Kepala Daerah tetap
dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan mmperhatikan syarat-syarat
kecakapan dan pengetahuan yang diperlukan bagi jabatan tersebut.
b. Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965
Perubahan Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah dari Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1957 ke Undang-undang Nomor 18 tahun 1965 dilatarbelakangi karena
perkembangan ketatanegaraan setelah Dekrit Presiden Republik Indonesia tanggal
5 Juli 1959 yang menyatakan berlakukanya kembali Undang-undang Dasar 1945, maka
undang-undang ini disusun untuk malaksanakan Pasal 18 UUD dengan berpedoman
kepada Manifesto Politik Republik Indonesia sebagai Garis-garis Besar Haluan
Negara yang dipidatokan Presiden pada tanggal 17Agustus 1959 dan telah
diperkuat oleh Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) Nomor
1/MPRS/1960 bersama dengan segala pedoman pelaksanaannya.
Sesuai dengan Ketetapan MPRS Nomor: II/MPRS/1960 dan Keputusan Presiden
Nomor: 514 tahun 1961, maka undang-undang ini mencakup segala pokok-pokok
(unsur-unsur) yang progresif dari Undang-undang No. 22 Tahun 1948,
Undang-undang No. 1 Tahun 1957, Penetapan Presiden No. 6 Tahun 1959
(disempurnakan), Penetapan Presiden No. 2 tahun 1960 dan Penetapan Presiden No.
5 Tahun 1960 (disempurnakan) juncto Penetapan Presiden No. 7 Tahn 1965 dengan
maksud dan tujuan berdasarkan gagasan Demokrasi Terpimpin dalam rangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Dengan berlakunya satu saja undang-undang tentang Pokok-pokok Pemerintahan
Daerah ini, maka dapatlah diakhiri kesimpangsiuran dibidang hukum yang menjadi
landasan bagi pembentukan dan penyusunan Pemerintahan Daerah dan dapat diakhiri
pula segala kelemahan demokrasi liberal, sehingga akan terwujudlah pemerintahan
daerah yang memenuhi sifat-sifat dan syarat-syarat yang dikehendaki oleh
Ketetapan MPRS No. II/MPRS/1960 yaitu stabil dan berkewibawaan yang
mencerminkan kehendak rakyat, revolusioner dan gotong royong, serta terjaminnya
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Undang-undang ini berkehendak
membagi habis seluruh Negara Republik Indonesia dalam tiga tingkatan daerah
yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri (Otonomi).
c. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974
Perubahan ini disebabkan karena Undang-undang sebelumnya sudah tidak sesuai
lagi dengan perkembangan keadaan pada waktu itu, dimana sesuai dengan sifat
Negara Kesatuan Republik Indonesia maka kedudukan Pemerintah Daerah sejauh
mungkin diseragamkan. Disamping itu untuk menjamin terselenggaranya tertib
pemerintahan, wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu dibagi atas
daerah besar dan daerah kecil, baik yang bersifat otonom maupun yang bersifat
administratif.
d. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
Undang-undang ini pada prinsipnya mengatur penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah yang lebih mengutamakan pelaksanaan asas desentralisasi, karena Negara
Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas Desentralisasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan, dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan
kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Dengan kata lain perubahan
Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah dari Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974
ke Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah perubahan dari penyerahan urusan ke
pengakuan kewenangan kepada daerah untuk mengatur dan menguruh sendiri rumah
tangganya.
Hal-hal mendasar dalam undang-undang ini adalah mendorong untuk
memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan
peran serta masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi DPRD. Oleh karena itu,
undang-undang ini menempatkan otonomi daerah secara utuh pada Daerah Kabupaten
dan Daerah Kota, yang dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1974 berkedudukan
sebagai Kabupaten Daerah Tingkat II dan Kotamadya daerah Tingkat II. Daerah
Kabupaten dan Daerah Kota tersebut berkedudukan sebagai Daerah Otonom mempunyai
kewenangan dan keleluasaan untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut
prakarsa dan aspirasi masyarakat. Propinsi daaerah Tingkat I menurut
Undang-undang No. 5 Tahun 1974, dalam undang-undang ini dijadikan daerah Propinsi
dengan kedudukan sebagai Daerah Otonom dan sekaligus Wilayah Administrasi, yang
melaksanakan kewenangan Pemerintah Pusat yang didelegasikan kepada Gubernur.
Daerah Propinsi bukan merupakan Pemerintahan atasan dari daerah Kabupaten dan
Daerah Kota. Dengan demikian, Daerah Otonomi Propinsi dan Daerah Kabupaten dan
Daerah Kota tidak mempunyai hubungan hierarki.
Prinsip-prinsip pemberian Otonomi Daerah yang dijadikan pedoman dalam
undang-undang ini adalah sebagai berikut:
1. Penyelenggaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek
demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah;
2. Pelaksanaan Otonomi Daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata, dan
bertanggungjawab;
3. Pelaksanaan Otonomi Daerah yang luas dan utuh diletakkan pada Daerah
Kabupaten dan Daerah Kota, sedang Otonomi Daerah Propinsi merupakan otonomi
yang terbatas;
4. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus sesuai dengan konstitusi negara
sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta
antar daerah;
5. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah
otonom, dan karenanya dalam Daerah Kabupaten dan Daerah Kota tidak ada lagi
wilayah Administrasi;
6. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi
Badan Legislatif Daerah, baik sebagai fungsi legislasi, fungsi pengawas maupun
fungsi anggaran atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;
7. Pelaksanaan Asas Dekonsentrasi diletakkan pada Daerah Propinsi dalam
kedudukannya sebagai Wilayah Administrasi untuk melaksanakan kewenangan
pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil
pemerintah; dan
8. Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari
pemerintah kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah dan Daerah kepada Desa
yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya
manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan
kepada yang menugaskan.
e. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
Perubahan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 ke Undang-undang Nomor 32 Tahun
2004, disamping karena adanya perubahan Undang-undang Dasar Republik Indonesia
Tahun 1945, juga memperhatikan beberapa Ketetapan MPR dan Keputusan MPR,
seperti; Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan Dalam
Penyelenggaraan Otonomi Daerah; dan Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2002 tentang
Rekomendasi Atas Laporan Pelaksanaan Putusan MPR RI oleh Presiden, DPA, DPR,
BPK, dan MA pada sidang tahunan MPR Tahun 2002 dan Keputusan MPR Nomor
5/MPR/2003 tentang Penugasan kepada MPR-RI untuk menyampaikan saran atas
laporan pelaksanaan keputusan MPR-RI oleh Presiden, DPR,BPK dan MA pada Sidang
Tahunan MPR-RI Tahun 2003.
Perubahan ini juga memperhatikan perubahan Undang-undang terkait dibidang
politik, diantaranya ; Undang-undang Nomor 12 tahun 2003 tentang Pemilu,
Undang-undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR,DPR DPD dan
DPRD, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden, dan lain-lain
KESIMPULAN
Dari Pemaparan diatas dapat kami simpulkan bahwa :
1. Sejarah perubahan Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah dari tahun
1957 sampai dengan sekarang dapat digambarkan sebagai berikut :
a. Pada Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 diterapkan sistem Desentralisasi
b. Pada Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 diterapkan sistem Sentralisasi
c. Pada Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 diterapkan sistem Sentralisasi
d. Pada Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 diterapkan sistem Desentralisasi
e. Pada Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 diterapkan sistem Desentraisasi
Picking the Best New Casino Slot Machines | MapYRO
BalasHapusA slot machine game like Slotznig is a thrilling way to 서울특별 출장마사지 win money in the online 구리 출장마사지 casino world. You can enjoy 광명 출장안마 the game 진주 출장샵 without losing 경주 출장마사지 money or
cf992 fake designer bags pg952
BalasHapus